Bagaikan sebuah dadu yang tergeletak di sebuah meja, suatu masalah dapat di pandang dari berbagai sisi. Si A berkata kalau dadu tersebut bertuliskan angka satu, namun si B menyanggah dan mengatakan kalau sebenarnya dadu tersebut bertuliskan angka dua. Tentu saja A takkan percaya apa yang B katakan, karena memang yang dia lihat adalah angka satu dan begitu pula B. Mereka terus berdebat hebat karena keduanya memiliki pendapat yang memiliki bukti yang sangat jelas. Mereka menganggap dirinyalah yang benar, sedang pendapat yang lain salah.
Dalam perdebatan yang panas tersebut kemudian datanglah si C. Dia berdiri tenang di antara A dan B yang sedang beradu argumen sambil mengamati apa yang sedang terjadi. Kemudian terjadilah percakapan di antara mereka.
C: "Apa yang sebenarnya kalian ributkan? Bukankah kalian adalah teman baik?"
B: "Ini karena A mengatakan bahwa dadu ini memiliki angka satu, padahal disini tertulis angka dua"
A: "Kamu yang salah, memang disini tertulis angka satu. Mengapa kamu terus ngotot kalau dadu ini bertuliskan angka dua"
B: "Agggrrrrhhh... Kamu memang selalu keras kepala, tak pernah mendengarkanku, kamu hanya perduli pada dirimu sendiri"
A: "Bukankah itu kamu? Tak ingat kamu kejadian beberapa hari yang lalu, kamu bodoh"
Melihat kondisi yang semakin menyeramkan, kemudian C menghentikan perdebatan mereka dan menyuruh mereka saling bertukar tempat kemudian mengelilingi dadu tersebut. Akhirnya mereka menyadari bahwa yang bodoh adalah mereka. Karena setelah mereka lihat ternyata setiap sisi memiliki angka yang bebeda-beda. Mereka baru melihat sebagian dari yang seharusnya mereka ketahui. Akhirnya mereka saling meminta maaf karena menyadari kebodohan mereka.
Dari contoh kasus di atas, kita dapat melihat baik A ataupun B tidak salah. Pendapat mereka sama-sama benar dan mereka sama-sama memiliki bukti yang kuat. Namun, mengapa pertengkaran tersebut bisa terjadi? Tentu karena mereka sama-sama egois dan tidak mau mendengarkan temannya yang lain. Kejadian yang serupa tentu sering kita alami. Kita bertengkar karena kebodohan kita sendiri. Kita menganggap dengan apa yang kita punya, maka kita bisa menjadi yang paling benar.
Seharusnya kita mencontoh orang-orang bijak jaman dahulu. Predikat "orang bijak" yang melekat pada diri mereka bukan karena mereka terlahir dari keluarga yang terpandang, namun lebih karena mereka dapat melihat suatu permasalahan dari berbagai sisi kemudian merumuskannya menjadi solusi. Sering kita terburu-buru mengambil solusi dan akhirnya kita menyesali keputusan itu. Akhirnya yang terucap adalah "andai waktu itu dapat aku ulang kembali". Sungguh menyedihkan jika sampai terjadi hal yang demikian pada diri kita.
Pilihan-pilihan yang ada kadang bukan solusi yang tepat untuk kita ambil. Sebenarnya kita mampu menciptakan pilihan kita sendiri seperti yang C lakukan. Kita tempatkan diri kita di tengah-tengah semua pilihan yang ada, kemudian melihat mana yang baik dan mana yang buruk. Inilah yag membedakan manusia dengan makhluk yang lain. Akankah kemudian kita akan bahagia atau akan menyesal, itu pilihan kita. Namun ingatlah bahwa pilihan yang baik akan selalu membawa kebaikan bagi diri sendiri dan orang lain.
Selanjutnya, marilah kita latih pendengaran kita untuk menangkap semua perbedaan. Tanamkan pada otak kita bahwa semua yang berbeda dari yang kita dengar adalah sudut pandang lain yang sangat penting untuk memahami bentuk masalah yang kita hadapi. Jangan pernah terburu-buru, karena sedikit terlambat lebih baik daripada terburu-buru. Lalu mulailah memilih jalan yang baik untuk hidupmu. Semoga sukses.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar